Words can describe anything else..

Rabu, 10 Juli 2013

Forbidden Love (Fan Fiction)

Second story :p kali ini lebih random lagi. Terinspirasi dari lagu yang ngetrend taun berapa lupa :p Dan karena lagi stuck mikirin nama tokohnya, jadilah ini fan fiction yang aku tau salah banget jodoh2in anak kecil ,umm maksudnya remaja yang ga bersalah.-. Kritik saran comment tetep perlu yeaa :> Enjoy reading! :)

Forbidden Love

Tuhan, izinkan aku untuk melihatnya tersenyum bagaua bersamaku, untuk mengepakkan sayap-sayap cintaku,untuk menerbangkan cita, asa serta harapanku untuknya.. Tapia pa dayaku, jika kau gariskan untuk melihatnya bersama orang lain, aku akan cukup tersenyum bahagia untuknya. Tentu jika terlebih Kau gariskan aku untuk menjadi bagian dari darahnya, bukan menjadi bagian dari tulang rusuknya, aku akan menjaga nya, melindungi serta menyayanginya dengan segenap jiwa ragaku… Walaupun aku tau, kenyataan pahit yang terbentang, bahwa dia adalah bagian dari darah dagingku juga….
Kau kan slalu tersimpan dihatiku..
Meski ragamu tak dapat kumiliki..
Kuhirup coklat panas yang masih mengepul di tanganku yang terbalut sarung tangan. Udara diluar begitu dingin oleh salju yang menutupi hampir setiap bagian dari kota Paris yang penuh romansa, kesan setiap orang tiap kali berkunjung kesini. Meski aku selalu menganggapnya sebagai kota yang penuh dengan fashionista dan stylish nya, ya memang mungkin karena aku seorang desainer baju muda yang terkemuka. Aku selalu mengeluh kesal setiap kali turun salju di kota ini, seruan anak-anak yang asyik nya bermain bola salju, yang terkadang mengajakku bermain bersama meski mereka tau aku jauh lebih tua dari mereka pun tak aku gubris sama sekali. Tetapi, ketika melihat pancaran dari wajah mereka, sempat terlintas di benakku bayang-bayang masa laluku, bersama seorang anak laki-laki yang selalu menemaniku, menjagaku, dimanapun dan kapanpun. Aku merindukannya, sangat merindukannya. Rindu semua tentangnya..Ah, mungkin aku terlalu bodoh. Mengharapkan sesuatu yang telah digariskan tidak untukku dan aku terus menyayanginya hingga 15 tahun lebih.. Dadaku terasa sangat sesak bila mengingat semua tentangnya.. Tapi, bagaimanapun juga, memori tentangnya, perasaanku padanya sungguh amat besar dan tak akan hilang sampai kapanpun juga.. Karena itu semua terlalu dalam.. Dia cinta pertamaku, yang mungkin akan menjadi cinta terakhir dalam hidupku..
Aku teringat ketika 5 tahun yang lalu sebelum aku berangkat ke kota ini, aku melihatnya tersenyum bahagia bersama orang yang dicintainya. Saat itu, aku sedang tertidur dikamarku dan dikagetkan oleh kakak laki-laki ku, tepatnya saudara kembarku yang hanya beda 1 hari denganku, masuk tiba-tiba ke kamarku dengan sebuah undangan berwarna perak dipadu merah mengkilap di genggamannya. Aku langsung tersentak kaget begitu melihat nama yang terukir disana, Alyssa Saufika & Cakka Nuraga. Aku mulai merasakan duniaku runtuh seketika menghancurkan hatiku berkeping-keping. Aku yang selalu mengharapnya dan mencintainya, tetapi dia sudah menjadi milik orang lain sekarang…
Jiwaku kan slalu bersamamu…
 Meski kau tercipta bukan untukku..
Aku hendak pergi ketika itu dia menahanku untuk bertahan ditempat itu. Sambil menyeka air mata yang terus turun dari pelupuk mataku, aku menatap matanya dalam.. Aku melihat sebuah kesedihan disana, tampak sayu dan kelam, tak seperti biasanya yang sungguh mengisyaratkan kebahagiaan dan kedamaian.
“Gue selalu sayang sama lo, gue selalu mengingat lo sampai kapanpun meski ada Ify disini. Lo aka nada dihati gue sampai kapanpun juga. Lo ga bisa tergantikan dengan apapun juga, Ify sekalipun ga bisa mengganti lo Ashilla.. Gue lakukan ini terpaksa karena kemauan ortu gue. Plis lo ngertiin Shil.. Dan gue gamau liat lo nangis gini. Gue ga akan tega liat lo terpuruk, lo tegar, lo kuat.. Gue yakin lo bakal dapet yang lebiih baik dari gue Ashilla.. Bunuh gue kalo gue salah. Bunuh gue kalo lo gabisa dapet yang lebih baik dari gue shil. Nyawa gue ga berharga dibandingkan kebahagiaan lo..”, Cakka menarikku kedalam pelukannya. Hal terakhir yang dia lakukan sebelum dia menjadi milik orang lain untuk selamanya.
Aku membalas pelukannya erat. Aku bahkan tak ingin melepasnya sedetikpun, tapi aku tau itu sangat mustahil. Aku melihatnya miris, semiris hatiku saat itu. Tatapan matanya mengisyaratkan aku untuk tetap tinggal, tapi aku tak bisa..Aku akan tetap pergi demi kebahagiaanmu, Kka…
Tuhan berikan aku hidup satu kali lagi hanya untuk bersamanya…
10 tahun yang lalu…
Aku membuka mataku ketika matahari menyeruak masuk kedalam kamarku. Memaksaku untuk bangun dari tempat tidur menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Setelah usai, aku melihat bayanganku sendiri di depan cermin, aku dengan seragam putih-abu abu baruku, dengan rambut tergerai panjang yang keriting diujungnya, jam tangan putih yang melingkar di pergelangan tanganku, sepatu converse hitam serta tas slempang baby blue yang tergantung di pundakku terkesan membuatku tampak lebih dewasa.
‘Yeah, here I go, SMA Latovska!’ batinku semangat.
“Shillaa turun gih, cepet habisin sarapannya atau kalo engga gue tinggalin juga lo biar dijemput angkot!”, seru kakak laki-laki ku, tepatnya saudara kembarku yang hanya beda sehari denganku. Tapi dia sudah sejenjang lebih tinggi dariku karena orang tua kami memang menginginkan anaknya tidak dalam jenjang yang sama meski kembar. Dan yang lebih menjengkelkan, dia adalah Ketua OSIS SMA Latovska, sekolah baruku. Aku langsung kesal begitu melihat dia mengenakan almamater sekolah berwarna merah, terlihat keren dan gagah.
‘Huh mentang mentang ketua osis bisa seenaknya!’, batinku kesal.
Karena tak ingin ditinggal saudaraku itu, akupun segera berlari kebawah mengambil sarapanku dan langsung menuju ke tempat kakakku di teras rumah. Sarapanku kubiarkan kusantap dijalan, yang paling terpenting aku tidak ditelantarkan oleh dia. Sesampainya di sekolah, aku mencari kelasku di papan pengumuman, tapi sebelum aku hendak mencari, dia menghentikan langkahku.
“Kenapa susah susah sih kalo ada yang lebih gampang”, katanya santai sambil melepas helm full face nya ketika melihatku berlari menuju papan pengumuman.
“Maksud lo?”
“Lo lupa ya kalo kakak lo yang satu ini adalah Ketua OSIS SMA Latovska yang paling keren, diidolain semua orang dan tau semuanya tentang sekolah ini?”
“Hih belagak banget sih lo mentang mentang ketua osis!”, cibirku
“Berani lo sama gue? Awas aja ntar gue hokum lari keliling lapangan 10 kali ditambah lo harus nembak Cakka, pangeran berkuda putih yang selalu lo impikan itu dan dipermalukan di seantero sekolah. Mau lo?”
‘Bisanya Cuma ngancem! Awas lo dirumah gue aduin ke Mama Papa!’, batinku tak terima melihatnya seenaknya mengancamku, tapi mengingat hukuman itu sangat berat, jadi aku Cuma lesu dan tak mengatakan yang sebenarnya ada dalam batinku
“Yadeh yadeh Alvin Jonathan si ketua osis yang paling keren se SMA Latovska! Jadi, mana kelas gue?”
“Tuh di lantai 2 paling kanan. X-5”, jawabnya enteng sambil meninggalkanku sendirian
“Dasar kakak kurang ajar! Nyebeliinn!!”, kata itu akhirnya terlontar juga dari mulutku. Yang langsung membuat dia berbalik badan dan menatapku tajam
“Masih berani ngelawan?”
“Enggak kok enggak suer deh”, ucapku sambil membentuk huruf V di jari-jariku
Dia tersenyum puas dan segera menuju ke Ruang OSIS.
Matahari begitu terik, dengan semangat yang masih membara, siswa-siswi baru SMA Latovska berbaris rapi di lapangan tengah lengkap dengan atribut sekolah yang diminta. Aku berulang kali mengibaskan tanganku guna menyejukkan badanku yang mulai berkeringat saking panasnya.
“Ya adik-adik semua, kita disini mau memperkenalkan diri. Saya, Alvin Jonathan Ketua OSIS SMA Latovska, ini disebelah saya adalah Wakil saya, yaitu Cakka Nuraga. Di sebelahnya lagi, Alyssa Saufika, Sekretaris Umum dan yang disebelah kak Alyssa adalah Gabriel Stevent, Bendahara Umum. Untuk pengurus yang lain, akan memperkenalkan diri di kelas kalian nanti. Saya sebagai ketua OSIS disini, menutup upacara pembukaan Masa Orientasi Siswa pagi ini, sekarang kalian bisa menuju kelas masing-masing”
Setelah pidato singkat yang menurutku sangat dan sangat membosankan itu berakhir, aku yang kelihatannya paling bersemangat menuju ke kelas langsung meninggalkan tempat itu seketika itu juga. Tapi setelah aku berbalik badan, aku mendengar namaku disebut. Mau tak mau aku berbalik badan dan melihat kearah sumber suara.
“Lo yang disana! Ashilla Zahrantiara, siapa yang menyuruh lo balik sekarang? Maju ke depan!”
‘Huh awas lo ya dirumah!!’, batinku menyeruak lagi melihat yang menyebut namaku adalah kak Alvin
“Eh lo jangan seenaknya dong kayak gini sama adik kelas!”, todongku tak terima
“Lagian siapa suruh lo balik sekarang hah? Dasar nenek lampir!”, ucapnya di mikrofon yang berhasil membuatku malu setengah mati
“Lo yang nyuruh kan! Plin plan banget sih lo! Katanya paling keren, taunya bego banget! Gamau deh ya gue manggil lo dengan sebutan ‘kakak’! secara kan kita Cuma beda sehari aja tau!!”, protesku.
“Bawel banget sih lo!”
“Emang kenyataan lo mau apa sih pangeran gagal?”
“Heh berani berani nya lo ya! Awas lo!”
“Apa??? Lo piker gue langsung ciut gitu lo ancem? Dih ga banget!”
“Oke! Lo kena hukuman nembak orang yang lo cinta sekarang dihadapan gue!”
“Well gue bakalan nembak dia sekarang!”
“Cepetan!”
“Kak Alvin, gue cinta sama lo, mau gak jadi pacar gue? Gak mau kan? Ya iyalah kan lo saudara kembar gue, jadi gak mungkin pacaran,so kita saudaraan aja,oke?”
“Shilla lo bener bener udah gila ya?”
“Emang gue cinta elo kok, sebagai saudara”, jawabku enteng
“Awas lo yaaa!!! Udahlah, sekarang gue perintahkan kalian semua balik ke kelas!!”
Semua siswa hening, menatap kak Alvin dengan tampang polos.
“SEKARANG!! ATAU LO SEMUA MAU GUE HUKUM JUGA???!”
Seketika semua anak langsung berhamburan ke kelas. Begitupun aku yang langsung kembali ke kelasku dengan senyum kemenangan.
“1-0 buat lo, kak Alvin yang terhormat!”, bisik ku sebelum meninggalkan lapangan. Dari kejauhan kulihat dia mengeram kelas dengan tatapan gue-akan-bales-elo-Ashilla yang tak ku anggap sama sekali. Aku terlalu senang menerima kemenangan kali ini yang berhasil membuat harga dirinya sebagai Ketua OSIS turun drastis.
Aku duduk dibangku ku masih mengibaskan tanganku berulang kali guna menghilangkan panas. Disampingku, Sivia, sahabatku terlihat tertunduk lemas. Aku melihatnya iba, seakan ikut merasakan sakitnya.
“Vi, lo gapapa?”, tanyaku memastikan. Tapi tak kusangka dia malah menangis. Aku tak tau harus berbuat apa. Aku hanya bisa memeluknya. Namun itu tak tahan lama sampai aku melihat siapa yang dating ke kelasku saat itu juga. Orang yang sangat kucintai, kuharapkan, dan selalu menjadi bunga tidurku tiap aku terjaga. Aku langsung kembali duduk seperti semula dan membiarkan Via menyeka air matanya dan menenangkan dirinya sendiri.
“Kalian udah tau kan siapa gue? Yang gue lakukan disini Cuma ngenalin kalian tentang sekolah ini. Sebelumnya ada pertanyaan?”, Tanya kak Cakka yang terlihat sangat menawan di mataku.
“Ya kamu!”, tunjuknya kearah anak laki-laki yang duduk di belakangku.
“Itu pacarnya ya kak? Kenalin dong!”, goda laki-laki itu. Kak Cakka hanya tersenyum sebelum menjawab pertanyaan dari Rio, nama anak laki-laki yang duduk dibelakangku tersebut.
“Ini kak Agni, kapten basket cewek, pengurus Sekbid 4, bagian Olahraga dan ini bukan pacar gue”, ucapnya santai yang membuatku lega. Ternyata kak Agni bukan pacar kak Cakka meski kelihatannya mereka cocok. Sama-sama suka olahraga basket. Kak Cakka pun adalah kapten tim basket cowok.
“Sekarang perkenalkan kalian satu persatu, mulai dari kamu aja, Shilla”, dia mencoba mengingat namaku, namun aku segera menyautnya dan maju ke depan untuk memperkenalkan diri.
“Nama aku Ashilla Zahrantiara, panggil Shilla aja, dari SMP Inter-Cossava. Aku harap aku bisa berteman baik dengan kalian. Terimakasih”, aku tersenyum sembari menutup perkenalanku. Kulihat kak Cakka menatapku, berhasil membuat jantungku berdebar tak karuan, dan salah tingkah tentunya.
Ku mencintainya…sungguh mencintainya…
Aku menimang ponselku dan berjalan mondar mandir di kamarku. Menunggu kabar dari seseorang.
‘Apa dia sibuk? Si Alvin aja juga belom nongol batang idungnya’, batinku.
Tepat setelah aku memikirkannya, ponselku bergetar. Aku segera membaca pesan singkat itu dan langsung tersenyum. Aku berlari menuruni tangga dan langsung menyambar sepatu kets putihku dan mengayuh sepeda ku menuju lapangan kompleks.
Ku lihat sosok laki-laki disana. Memainkan bola dengan lincahnya dan dengan antusias memasukkannya ke ring. Aku tersenyum. Entah kenapa aku merasa selalu bahagia saat melihatnya seperti ini.
“Hei, kak Cakka udah lama?”, sapaku yang seketika menghentikan permainannya dan menoleh kearahku dengan senyuman khasnya yang sangat manis.
“Belom kok. Ini aja gue masih pake seragam. Cuma ganti kaos aja”
“Oh yaudah. Langsung mainnya?”
“Taun depan shil”, jawabnya sambil mengacak rambutku. Aku hanya tersenyum, lagi. Aku merasa seperti melayang sekarang. Aku tau, aku seharusnya menganggap dia sebagai kakak, tapi perasaanku terlalu besar untuknya.
Kuambil dua botol minuman dari tas ku. Yang satu kuberikan untuknya. Dengan senyumannnya, dia menerima botol itu dan merangkulku.
“Umm.. shil..boleh gak gue Tanya sesuatu?”
Aku seketika menghentikan minumku dan menatapnya heran, Tak biasanya dia ijin dulu sebelum bertanya sesuatu.
“Apa kak?”, jawabku berusaha sesantai mungkin
“Sekarang lo lagi suka sama seseorang ya? Kata kakak lo, lo sering ketawa sendiri di kamar. Terus muter lagu kasmaran terus. Bener ya?”
‘Gue emang lagi kasmaran sama lo kali kak! Lo ga peka banget sih’, batinku. Tapi aku tau aku tak mungkin mengatakan itu didepannya sekarang.
“Iyasih. Tapi emang kenapa? Kakak cemburu ya gue mulai kasmaran gini? Apa lo takut kehilangan kasih sayang adek kecil manis kesayangan lo ini?”, aku berusaha membuatnya tertawa.
“Emang gue cemburu Ashilla. Mangkanya gue Tanya. Dan gue takut banget kasih sayang lo itu nanti buat orang lain dan bukan buat gue.”,katanya lirih tak berani menatapku. Aku kaget. Aku merasa jantungku yang tadi tak karuan, kini semakin menjadi. Aku mencoba mendekatkan diriku dengannya. Balas memeluknya.
“Emang lo tau gue kasmaran sama siapa? Kok kesannya lo kayak gitu. Dasar sok tau! Mungkin setelah lo tau lo akan loncat setinggi tingginya sekarang”
Dia langsung melepas pelukanku dan menatapku tajam. Bertanya Tanya siapakah sosok yang aku cintai sekarang.
“Emang siapa?”
“Elo.  Mungkin lo gak bakalan percaya tapi inilah fakta sebenernya. Gue cinta lo, kak Cakka. Daridulu saat lo menemani gue tiap saat. Disitulah gue merasa lo itu berharga buat gue, dan gue mulai merasakan perasaan ini hingga sekarang pun gue tetep cinta sama lo kak!”
Kak Cakka menatapku seolah tak percaya. Namun sejurus kemudian dia langsung memelukku.
“Gue juga cinta lo shil, Lo mau kan jadi bagian dari hidup gue mulai sekarang?”
“You’ve been kak”, jawabku membalas pelukannya.
Matahari terbenam menjadi saksi bisuku dengan kak Cakka. Karena hari mulai gelap, aku pun memutuskan untuk pulang. Aku tau nanti sampai rumah pasti Alvin langsung menanyaiku macam macam karena kak Cakka cerita bahwa dia membolos rapat dengan Alvin agar bisa berdua denganku. Dan sesuai dugaan, Alvin langsung melotot dan kesal melihat anak buahnya itu langsung berlari keluar ruangan.
Sesampainya dirumah, seperti yang kukira, Alvin langsung menodongku dengan berbagai pertanyaan dari kenapa Cakka buru-buru hingga apa yang aku lakukan dengannya. Aku hanya menjawabnya enteng.
“Gue jadian.”
Yang berhasil membuat adegan minumnya terganggu dan melotot saking kagetnya. Kemudian berlari mengejarku hingga ke kamar. Tapi terlambat. Aku sudah mengunci kamarku sehingga dia hanya bisa berteriak dari luar kamarku dan menggedor pintu kamarku. Tapi kuabaikan saja hingga dia berhenti melakukan itu dan kembali ke habitat asalnya yang membuatku tertawa keras saking puasnya.
Rasa ini sungguh tak wajar namun kuingin tetap bersama dia, untuk selamanya…
Setahun berlalu sejak aku menjalani hari hariku dengan kak Cakka, kekasih ku yang amat aku cintai. Aku merasakan ponsel ku bergetar di saku rok ku. Aku segera mengeceknya, dan setelah aku menerima pesannya. Aku kaget. Tak biasanya kak Cakka memintaku bertemu dengannya saat aku dalam keadaan ujian, dia sudah tahu itu. Tapi kenapa dia memintaku untuk bertemu dengannya sekarang juga? Aku masih bertanya Tanya.. Dengan secepat mungkin, kukerjakan soal Matematika yang membuatku pusing tujuh keliling. Setelah mengumpulkan pekerjaan ku, aku segera pamit keluar untuk menemui kak Cakka di taman belakang sekolah. Disana, kulihat kak Cakka sedang kebingungan, wajahnya pucat, dan terus menarik rambutnya frustasi. Aku heran melihatnya. Aku segera mendekatinya, mencoba menenangkannya.
“Kak Cakka kenapa? Cerita sama aku..”
“Gue.. gue gabisa shil.. gue takut kehilangan lo.. gue gamau shil..gue gamau…”
“Kakak ngomong apa sih? Ngaco banget. Shilla disini, sama kakak. Dan selamanya akan begitu…”
“Gak shil.. sebelum lo tau semuanya..”
Aku terdiam. Apa maksudnya?? Apa maksud dari perkataannya??
“Maksud kakak apa sih? Shilla ga ngerti kak.. Kak Cakka mau kan jelasin semuanya ke Shilla??”
“Gue…gue..gue kakak lo Shilla…kita sedarah..kita ga mungkin jadi satu shil..”, ucapnya lirih menahan tangis. Aku pun merasa hatiku tertusuk teramat dalam.
“Ga mungkin kak…kakak tau darimana??”
“Ini lo liat sendiri”, dia menyerahkan handicamnya. Terekam dua orang wanita dan laki-laki paruh baya yang sedang adu argumen.
“Pokoknya aku gamau tau pa, dia anak kandung papa atau bukan. Aku cuma ingin perhatian papa buat Cakka! Anak kita pa…”
“Tapi Shilla juga anak papa ma.. tolong ngertiin walaupun dia memang bukan darah dagingmu.. tapi dia tetap darah dagingku..”
“Papa belain Ashilla dan mamanya terus..”
“Pah..mah.. apa maksud semuanya.. Ashilla siapa???”, Tanya Cakka yang juga terekam disitu
“Ashilla Zahrantiara, pacar kamu nak.. Mangkanya papa melarang kamu pacaran sama dia.. Maafin papa baru bisa cerita sama kamu sekarang…Papa tau kamu marah sama papa..”
“Papa jahat!!!!”
Dan setelah itu wanita dan laki-laki itu pergi bersama dengan matinya rekaman tersebut, Tapi seperti ada yang mengganjal. Lantas, siapa yang merekam semua itu jika Cakka adan dalam rekamannya juga?? Aku masih bertanya Tanya.
“Handycam nya ga sengaja masih belom gue matiin waktu gue bikin video buat ulang tahun sepupu gue Ray di Bandung, dan gue gabisa dating ke ultahnya, jadi gue mau kirim video itu buat kadonya. Tapi lupa belom gue matiin. Akhirnya itu merekam semuanya…”
“It’s okay kak.. Gue ikhlas kalaupun gue digariskan sedarah sama lo.. Meski hati gue ga rela tapi gue akan menerimanya kak.. Lo juga harus gitu ya…”
“Gue..gue ga bisa shil..gue gabisa…”
“Kak, Shilla ngerti kakak sayang banget sama Shilla. Shilla juga sayang banget sama kakak. Tapi kalo gini, gimanapun juga kita harus terima takdir kak.. Kita ga mungkin bersatu.. Shilla ngerasa kita sampai disini aja kalo gitu kak.. Shilla akan ngebiarin kakak sendirian dulu..Nenangin diri dan nerima semuanya.. Kalo kakak butuh Shilla, Shilla selalu ada buat kakak kapanpun kakak mau hubungin Shilla…”
“Gue sayang banget sama lo Shilla..Gue cinta sama lo…”, bisiknya di telingaku
“Gue juga kak Cakka….”
Tak terasa air mata mulai turun dengan derasnya seiring dengan hujan yang membasahi atmosfer bumi saat ini..
Mengapa cinta ini terlarang??
Saat kuyakini kau lah milikku..
Aku terbangun dari tidurku saat Alvin lagi-lagi membangunkanku, tapi kali ini lebih pelan dan lembut, tak seperti biasanya yang tega mengguyurku dengan air es.
“Shil, lo bangun gih, kan bentar lagi papa kandung kita mau kesini..”
Masih berat membuka mataku, sejak itu, sejak hubunganku dengan kak Cakka kandas, aku menjadi pendiam. Aku lebih suka diam didalam kamar, dan makanpun sehari sekali. Alvin yang biasanya selalu mengejekku, juga lebih peduli dan perhatian lebih terhadapku. Dia sungguh tak ingin adiknya ini terpuruk dalam kesedihan yang dalam.
“Vin..gue ga sanggup… Gue..gue masih cinta banget sama dia…”
“Gue tau berat buat lo.. Tapi ini harus Shil, kali ini lo harus temui mereka.. Lo gamau kan ngecewain Cakka gitu aja? Setelah Cakka berhasil move on dan tersenyum lagi demi lo, kenapa jadi lo yang terpuruk gini??? Please shil, lo juga harus ngerti keadaan.. semua pasti ada hikmahnya shilla…”
“Lo ga ngerasain apa yang gue rasain Vin! Jadi lo gausah nasehatin gue macem macem deh! Gue udah bukan anak kecil! Gue udah bisa nentuin mana yang pantes buat gue! Gue gam au diatur! Gue ga butuh nasehat lo Alvin!!!”
Aku memang masih belum bisa menerima semuanya, kenyataan pahit ini membuatku sangat sakit dan terpuruk. Kulihat Alvin menarikku kedalam pelukannya, aku hanya bisa menangis deras di pelukannya, aku ingin menumpahkan semuanya. Setelah aku berhenti menangis, kulihat Alvin tersenyum kearahku. Aku pun membalasnya. Aku tau saat ini akan tiba, aku tak mau Mama kecewa lagi melihatku seperti ini. Dan terlebih lagi, aku akan buat kak Cakka bangga dengan diriku sekarang, yang tegar dan kuat seperti apa yang diinginkannya.
Tak kusangka kak Cakka dan papa-kandung ku telah menunggu ku di ruang tamu. Aku hanya tersenyum pahit dan melirik Alvin disampingku yang tersenyum manis sekaran berkata lo-harus-temui-dia-sekarang.
“Hai kak Cakka.. hai..umm.. Papa..”
“Hai Shilla.. gimana sekolah kamu di Paris?”, Tanya Papa Cakka, maksudku Papa ku juga..
“Umm udah selesai kok. Ini lagi liburan aja abis wisuda..”
“Umm Shilla, boleh bicara berdua sama kamu?”, kali ini Cakka yang angkat bicara
“Boleh kok kak, yuk ke belakang aja..”, ajakku.
Di taman belakang aku dan kak Cakka hanya terdiam. Seperti ada penghalang es yang begitu tinggi menjulang diantara kami yang tak akan leleh terkena matahari sekalipun. Aku pun memandangnya. Terlihat dia cukup bingung dan gelisah.
“Shill..”
“Kak”
Tak terasa kami mengucapkan itu bersamaan.
“Kakak dulu aja”, kataku. Kulihat dia hanya tersenyum pahit, dan matanya menyorotkan sinar kesedihan, sama sekali tak ada kebahagiaan dan semangat yang terpancar seperti dulu, saat masih bersamaku…
“Shilla…gue mau…gue mau tunangan..maaf gue baru bisa ngasih tau ini sekarang..Gue bener bener minta maaf…gue udah berusaha nolak, tapi papa mama gue maksa gue..gue ga bisa apa apa selain Cuma nerima..gue…juju raja..gue masih cinta banget sama lo..gue tau lo bakalan marah..tapi…”
“Kak..dengerin Shilla ya..Shilla Cuma mau kakak bahagia, walaupun ada atau ga ada Shilla kakak harus tetep semangat, harus tetep seneng, Shilla ga pengen liat kakak sedih..Shilla bahagia kalo kakak juga bahagia… Shilla janji Shilla bakal nerima apapun keputusan kakak dan Papa… Shilla tau itu semua yang terbaik buat kita kak…”
“Shilla…maafin gue..gue…”
“Kak..Kakak ga salah apa apa…kakak ga perlu minta maaf sama Shilla.. Kalaupun kakak salah, Shilla udah maafin kok kak…”, aku berusaha tersenyum walaupun dalam hatiku teriris,amat dalam. Aku mencoba menahan tangis. Tapi setelah dia menarikku kedalam peluknya, aku tak dapat menahan air mataku yang turun begitu saja. Biarlah, biarlah ini menjadi terakhir kalinya aku memeluknya, biarkan aku hanyut kedalamnya..Biarkan aku merasakan kehangatan ini sebelum semua lenyap tak tersisa…
Mengapa cinta kita tak bisa bersatu?
Aku merasakan kepalaku hampir pecah, terasa berat. Aku mencoba bangun dari tidurku, tapi yang ada, aku terpeleset dan jatuh. Untungnya, tak ada yang menyadari adegan jatuhku. Kalau tidak, Alvin dan Mama bisa langsung khawatir akan keadaanku sekarang. Aku bangkit kembali dan duduk di tepi ranjangku. Kupeluk kedua lututku dan menghadap keluar jendela. Hari sudah mulai terik, aku melihat dua orang anak perempuan dan laki laki berjalan bersama mengenakan seragam putih abu abu, entah mengapa aku jadi teringat Cakka..Dulu aku juga sering melakukan hal yang sama. Tapi itu dulu…
“Shilla…”
Tiba-tiba Alvin masuk ke kamarku tanpa mengetuk pintu dahulu sehingga membuat lamunanku buyar dan aku kembali tersadar.
“Gabisa ya sopan dikit kalo masuk ruang privasi orang?”
“Maaf..gue Cuma disuruh mama nyerahin ini sama lo..gue harap lo bisa kuat Shil..gue yakin banget lo bisa kuat dan tegar..Shilla yang gue kenal ga pernah nangis, apalagi karena cowok..Shilla yang gue kenal ga rapuh seperti ini..Shilla yang gue kenal selalu semangat dan ceria menghadapi semua masalah..Gue harap lo akan terus seperti itu…”
Bersamaan dengan berakhirnya ucapan itu, Alvin melangkah keluar dan membiarkan aku sendiri di kamarku seperti semula. Aku menatap undangan di tanganku. Seperti tersambar badai, aku membaca ukiran nama disitu, tertera Cakka Nuraga&Alyssa Saufika. Aku hanya tersenyum pahit. Aku menelusuri mataku seperti mencari sesuatu di kamarku, setelah kutemukan benda itu. Aku pun bertekad untuk kembali lagi..Niatku telah musnah, niatku kembali ke Indonesia sudah berubah, aku akan memenuhi kontrakku disana..Di Paris. Aku akan melupakan segalanya disini. Aku akan menyimpan semua kenangan pahit, yang dulu mungkin terlalu manis ini dalam hatiku yang paling dalam.
Saat kuyakin tak ada cinta selain dirimu…
Kuhisap sedikit demi sedikit coklat panas itu sampai tak tersisa. Pahit, tapi terdapat manis juga disitu. Tak terasa aku sudah memakan waktu 3 jam disini, mengingat semua memori bak puzzle yang mulai tersusun rapi lagi dalam benakku. Aku sungguh tak ingin kenangan itu hilang. Di hatiku yang paling dalam, aku merindukan sosok itu. Sosok yang amat sangat kucintai. Tapi..apalah dayaku jika itu semua harus berakhir. Aku yakin, aku bisa bahagia walaupun tanpanya. Aku yakin ada orang yang bisa membuatku tersenyum bahagia, selamanya..
“Shilla.. I’m sorry. I make you waiting for me for a long time..”
Aku tak merasa menunggu, sungguh. Jika mengingat kenanganku dengan Cakka. Aku tak seperti menunggu, aku selalu menikmati detik demi detik waktu yang kulalui bersamanya, dulu.
“Eh gapapa kok…”, aku hanya tersenyum padanya. Kulihat dia membalas tersenyum hangat. Dia sangat mencintaiku, menyayangiku, tapi aku belum bisa membalas semua itu, aku masih dihalangi bayang-bayang Cakka…
“Shilla…aku tau kamu masih terbayang-bayangi Cakka..masa lalumu. Tapi aku bisa menunggu kalau itu memang yang terbaik..”, ucapnya seolah mengerti apa yang ada di benakku.
“Thanks so much. I’ll learn to love you..I promise to you and myself..”
“Makasih Shilla.. aku juga janji aku bakal bikin kamu senyum lagi, dan aku ga akan bikin kamu menangis lagi…Aku akan menjagamu sebisaku..sekuat ragaku..”
“Kamu ga perlu jagain aku..aku…”
“Shilla..udah jadi kewajiban aku buat jagain kamu…”
Dia sungguh mirip Cakka. Kenapa bayang-bayangnya tak juga hilang dalam jangka waktu yang lama? Apakah cintaku terlalu dalam untuknya?
Kurasakan jemari hangat menggenggam tanganku erat. Seakan tak akan melepasnya sedetikpun. Aku menunduk, aku merasa sangat bersalah. Tapi apapun yang aku hadapi saat ini, aku harus bisa menjalani dan menghadapinya. Aku harus kuat. Aku tak akan terpuruk lagi. Kubalas genggamannya dan kuajak dia menghirup udara luar, yang sangat sangat dingin. Badai sudah berhenti sejam yang lalu, mungkin itu yang membuatnya, maksudku Rio, orang yang menyayangiku sekarang, terlambat menemuiku disini.
Di bawah menara berkilauan yang menjadi mahkota kota Paris ini, aku berjanji pada diriku dan pada Rio. Aku akan belajar menyayanginya dan mencintainya, seperti apa yang dulu aku lakukan pada Cakka. Tapi aku sudah menyadari sesuatu. Rio bukanlah Cakka. Mereka sosok yang berbeda. Tapi semua itu membuatku belajar lebih mudah, dan menghilangkan bayang-bayang Cakka di benakku serta menggantikannya dengan Rio, untuk selamanya..



0 comment(s):

Posting Komentar

© My Own Words, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena