Second story :p kali ini lebih random lagi. Terinspirasi dari lagu yang ngetrend taun berapa lupa :p Dan karena lagi stuck mikirin nama tokohnya, jadilah ini fan fiction yang aku tau salah banget jodoh2in anak kecil ,umm maksudnya remaja yang ga bersalah.-. Kritik saran comment tetep perlu yeaa :> Enjoy reading! :)
Forbidden Love
Tuhan, izinkan aku untuk melihatnya
tersenyum bagaua bersamaku, untuk mengepakkan sayap-sayap cintaku,untuk
menerbangkan cita, asa serta harapanku untuknya.. Tapia pa dayaku, jika kau
gariskan untuk melihatnya bersama orang lain, aku akan cukup tersenyum bahagia
untuknya. Tentu jika terlebih Kau gariskan aku untuk menjadi bagian dari
darahnya, bukan menjadi bagian dari tulang rusuknya, aku akan menjaga nya,
melindungi serta menyayanginya dengan segenap jiwa ragaku… Walaupun aku tau,
kenyataan pahit yang terbentang, bahwa dia adalah bagian dari darah dagingku
juga….
Kau kan slalu tersimpan
dihatiku..
Meski ragamu tak dapat
kumiliki..
Kuhirup
coklat panas yang masih mengepul di tanganku yang terbalut sarung tangan. Udara
diluar begitu dingin oleh salju yang menutupi hampir setiap bagian dari kota
Paris yang penuh romansa, kesan setiap orang tiap kali berkunjung kesini. Meski
aku selalu menganggapnya sebagai kota yang penuh dengan fashionista dan stylish nya, ya memang mungkin karena aku seorang
desainer baju muda yang terkemuka. Aku selalu mengeluh kesal setiap kali turun
salju di kota ini, seruan anak-anak yang asyik nya bermain bola salju, yang
terkadang mengajakku bermain bersama meski mereka tau aku jauh lebih tua dari
mereka pun tak aku gubris sama sekali. Tetapi, ketika melihat pancaran dari
wajah mereka, sempat terlintas di benakku bayang-bayang masa laluku, bersama
seorang anak laki-laki yang selalu menemaniku, menjagaku, dimanapun dan
kapanpun. Aku merindukannya, sangat merindukannya. Rindu semua tentangnya..Ah,
mungkin aku terlalu bodoh. Mengharapkan sesuatu yang telah digariskan tidak
untukku dan aku terus menyayanginya hingga 15 tahun lebih.. Dadaku terasa
sangat sesak bila mengingat semua tentangnya.. Tapi, bagaimanapun juga, memori tentangnya,
perasaanku padanya sungguh amat besar dan tak akan hilang sampai kapanpun
juga.. Karena itu semua terlalu dalam.. Dia cinta pertamaku, yang mungkin akan
menjadi cinta terakhir dalam hidupku..
Aku teringat
ketika 5 tahun yang lalu sebelum aku berangkat ke kota ini, aku melihatnya
tersenyum bahagia bersama orang yang dicintainya. Saat itu, aku sedang tertidur
dikamarku dan dikagetkan oleh kakak laki-laki ku, tepatnya saudara kembarku
yang hanya beda 1 hari denganku, masuk tiba-tiba ke kamarku dengan sebuah
undangan berwarna perak dipadu merah mengkilap di genggamannya. Aku langsung
tersentak kaget begitu melihat nama yang terukir disana, Alyssa Saufika &
Cakka Nuraga. Aku mulai merasakan duniaku runtuh seketika menghancurkan hatiku
berkeping-keping. Aku yang selalu mengharapnya dan mencintainya, tetapi dia
sudah menjadi milik orang lain sekarang…
Jiwaku kan slalu
bersamamu…
Meski kau tercipta bukan untukku..
Aku hendak
pergi ketika itu dia menahanku untuk bertahan ditempat itu. Sambil menyeka air
mata yang terus turun dari pelupuk mataku, aku menatap matanya dalam.. Aku
melihat sebuah kesedihan disana, tampak sayu dan kelam, tak seperti biasanya
yang sungguh mengisyaratkan kebahagiaan dan kedamaian.
“Gue selalu
sayang sama lo, gue selalu mengingat lo sampai kapanpun meski ada Ify disini.
Lo aka nada dihati gue sampai kapanpun juga. Lo ga bisa tergantikan dengan
apapun juga, Ify sekalipun ga bisa mengganti lo Ashilla.. Gue lakukan ini
terpaksa karena kemauan ortu gue. Plis lo ngertiin Shil.. Dan gue gamau liat lo
nangis gini. Gue ga akan tega liat lo terpuruk, lo tegar, lo kuat.. Gue yakin
lo bakal dapet yang lebiih baik dari gue Ashilla.. Bunuh gue kalo gue salah.
Bunuh gue kalo lo gabisa dapet yang lebih baik dari gue shil. Nyawa gue ga
berharga dibandingkan kebahagiaan lo..”, Cakka menarikku kedalam pelukannya.
Hal terakhir yang dia lakukan sebelum dia menjadi milik orang lain untuk
selamanya.
Aku membalas
pelukannya erat. Aku bahkan tak ingin melepasnya sedetikpun, tapi aku tau itu
sangat mustahil. Aku melihatnya miris, semiris hatiku saat itu. Tatapan matanya
mengisyaratkan aku untuk tetap tinggal, tapi aku tak bisa..Aku akan tetap pergi
demi kebahagiaanmu, Kka…
Tuhan berikan aku hidup
satu kali lagi hanya untuk bersamanya…
10 tahun
yang lalu…
Aku membuka
mataku ketika matahari menyeruak masuk kedalam kamarku. Memaksaku untuk bangun
dari tempat tidur menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Setelah usai, aku
melihat bayanganku sendiri di depan cermin, aku dengan seragam putih-abu abu
baruku, dengan rambut tergerai panjang yang keriting diujungnya, jam tangan
putih yang melingkar di pergelangan tanganku, sepatu converse hitam serta tas
slempang baby blue yang tergantung di
pundakku terkesan membuatku tampak lebih dewasa.
‘Yeah, here
I go, SMA Latovska!’ batinku semangat.
“Shillaa
turun gih, cepet habisin sarapannya atau kalo engga gue tinggalin juga lo biar
dijemput angkot!”, seru kakak laki-laki ku, tepatnya saudara kembarku yang
hanya beda sehari denganku. Tapi dia sudah sejenjang lebih tinggi dariku karena
orang tua kami memang menginginkan anaknya tidak dalam jenjang yang sama meski
kembar. Dan yang lebih menjengkelkan, dia adalah Ketua OSIS SMA Latovska,
sekolah baruku. Aku langsung kesal begitu melihat dia mengenakan almamater
sekolah berwarna merah, terlihat keren dan gagah.
‘Huh mentang
mentang ketua osis bisa seenaknya!’, batinku kesal.
Karena tak
ingin ditinggal saudaraku itu, akupun segera berlari kebawah mengambil
sarapanku dan langsung menuju ke tempat kakakku di teras rumah. Sarapanku
kubiarkan kusantap dijalan, yang paling terpenting aku tidak ditelantarkan oleh
dia. Sesampainya di sekolah, aku mencari kelasku di papan pengumuman, tapi
sebelum aku hendak mencari, dia menghentikan langkahku.
“Kenapa
susah susah sih kalo ada yang lebih gampang”, katanya santai sambil melepas
helm full face nya ketika melihatku berlari menuju papan pengumuman.
“Maksud lo?”
“Lo lupa ya
kalo kakak lo yang satu ini adalah Ketua OSIS SMA Latovska yang paling keren,
diidolain semua orang dan tau semuanya tentang sekolah ini?”
“Hih belagak
banget sih lo mentang mentang ketua osis!”, cibirku
“Berani lo
sama gue? Awas aja ntar gue hokum lari keliling lapangan 10 kali ditambah lo
harus nembak Cakka, pangeran berkuda putih yang selalu lo impikan itu dan dipermalukan
di seantero sekolah. Mau lo?”
‘Bisanya
Cuma ngancem! Awas lo dirumah gue aduin ke Mama Papa!’, batinku tak terima
melihatnya seenaknya mengancamku, tapi mengingat hukuman itu sangat berat, jadi
aku Cuma lesu dan tak mengatakan yang sebenarnya ada dalam batinku
“Yadeh yadeh
Alvin Jonathan si ketua osis yang paling keren se SMA Latovska! Jadi, mana
kelas gue?”
“Tuh di
lantai 2 paling kanan. X-5”, jawabnya enteng sambil meninggalkanku sendirian
“Dasar kakak
kurang ajar! Nyebeliinn!!”, kata itu akhirnya terlontar juga dari mulutku. Yang
langsung membuat dia berbalik badan dan menatapku tajam
“Masih
berani ngelawan?”
“Enggak kok
enggak suer deh”, ucapku sambil membentuk huruf V di jari-jariku
Dia
tersenyum puas dan segera menuju ke Ruang OSIS.
Matahari
begitu terik, dengan semangat yang masih membara, siswa-siswi baru SMA Latovska
berbaris rapi di lapangan tengah lengkap dengan atribut sekolah yang diminta.
Aku berulang kali mengibaskan tanganku guna menyejukkan badanku yang mulai
berkeringat saking panasnya.
“Ya
adik-adik semua, kita disini mau memperkenalkan diri. Saya, Alvin Jonathan
Ketua OSIS SMA Latovska, ini disebelah saya adalah Wakil saya, yaitu Cakka
Nuraga. Di sebelahnya lagi, Alyssa Saufika, Sekretaris Umum dan yang disebelah
kak Alyssa adalah Gabriel Stevent, Bendahara Umum. Untuk pengurus yang lain,
akan memperkenalkan diri di kelas kalian nanti. Saya sebagai ketua OSIS disini,
menutup upacara pembukaan Masa Orientasi Siswa pagi ini, sekarang kalian bisa
menuju kelas masing-masing”
Setelah pidato
singkat yang menurutku sangat dan sangat membosankan itu berakhir, aku yang
kelihatannya paling bersemangat menuju ke kelas langsung meninggalkan tempat
itu seketika itu juga. Tapi setelah aku berbalik badan, aku mendengar namaku
disebut. Mau tak mau aku berbalik badan dan melihat kearah sumber suara.
“Lo yang
disana! Ashilla Zahrantiara, siapa yang menyuruh lo balik sekarang? Maju ke
depan!”
‘Huh awas lo
ya dirumah!!’, batinku menyeruak lagi melihat yang menyebut namaku adalah kak
Alvin
“Eh lo
jangan seenaknya dong kayak gini sama adik kelas!”, todongku tak terima
“Lagian
siapa suruh lo balik sekarang hah? Dasar nenek lampir!”, ucapnya di mikrofon
yang berhasil membuatku malu setengah mati
“Lo yang
nyuruh kan! Plin plan banget sih lo! Katanya paling keren, taunya bego banget!
Gamau deh ya gue manggil lo dengan sebutan ‘kakak’! secara kan kita Cuma beda
sehari aja tau!!”, protesku.
“Bawel
banget sih lo!”
“Emang
kenyataan lo mau apa sih pangeran gagal?”
“Heh berani
berani nya lo ya! Awas lo!”
“Apa??? Lo piker
gue langsung ciut gitu lo ancem? Dih ga banget!”
“Oke! Lo kena
hukuman nembak orang yang lo cinta sekarang dihadapan gue!”
“Well gue
bakalan nembak dia sekarang!”
“Cepetan!”
“Kak Alvin,
gue cinta sama lo, mau gak jadi pacar gue? Gak mau kan? Ya iyalah kan lo
saudara kembar gue, jadi gak mungkin pacaran,so kita saudaraan aja,oke?”
“Shilla lo
bener bener udah gila ya?”
“Emang gue
cinta elo kok, sebagai saudara”, jawabku enteng
“Awas lo
yaaa!!! Udahlah, sekarang gue perintahkan kalian semua balik ke kelas!!”
Semua siswa
hening, menatap kak Alvin dengan tampang polos.
“SEKARANG!!
ATAU LO SEMUA MAU GUE HUKUM JUGA???!”
Seketika
semua anak langsung berhamburan ke kelas. Begitupun aku yang langsung kembali
ke kelasku dengan senyum kemenangan.
“1-0 buat
lo, kak Alvin yang terhormat!”, bisik ku sebelum meninggalkan lapangan. Dari
kejauhan kulihat dia mengeram kelas dengan tatapan gue-akan-bales-elo-Ashilla
yang tak ku anggap sama sekali. Aku terlalu senang menerima kemenangan kali ini
yang berhasil membuat harga dirinya sebagai Ketua OSIS turun drastis.
Aku duduk
dibangku ku masih mengibaskan tanganku berulang kali guna menghilangkan panas.
Disampingku, Sivia, sahabatku terlihat tertunduk lemas. Aku melihatnya iba,
seakan ikut merasakan sakitnya.
“Vi, lo
gapapa?”, tanyaku memastikan. Tapi tak kusangka dia malah menangis. Aku tak tau
harus berbuat apa. Aku hanya bisa memeluknya. Namun itu tak tahan lama sampai
aku melihat siapa yang dating ke kelasku saat itu juga. Orang yang sangat
kucintai, kuharapkan, dan selalu menjadi bunga tidurku tiap aku terjaga. Aku
langsung kembali duduk seperti semula dan membiarkan Via menyeka air matanya
dan menenangkan dirinya sendiri.
“Kalian udah
tau kan siapa gue? Yang gue lakukan disini Cuma ngenalin kalian tentang sekolah
ini. Sebelumnya ada pertanyaan?”, Tanya kak Cakka yang terlihat sangat menawan
di mataku.
“Ya kamu!”,
tunjuknya kearah anak laki-laki yang duduk di belakangku.
“Itu
pacarnya ya kak? Kenalin dong!”, goda laki-laki itu. Kak Cakka hanya tersenyum
sebelum menjawab pertanyaan dari Rio, nama anak laki-laki yang duduk
dibelakangku tersebut.
“Ini kak
Agni, kapten basket cewek, pengurus Sekbid 4, bagian Olahraga dan ini bukan
pacar gue”, ucapnya santai yang membuatku lega. Ternyata kak Agni bukan pacar
kak Cakka meski kelihatannya mereka cocok. Sama-sama suka olahraga basket. Kak
Cakka pun adalah kapten tim basket cowok.
“Sekarang
perkenalkan kalian satu persatu, mulai dari kamu aja, Shilla”, dia mencoba mengingat
namaku, namun aku segera menyautnya dan maju ke depan untuk memperkenalkan
diri.
“Nama aku
Ashilla Zahrantiara, panggil Shilla aja, dari SMP Inter-Cossava. Aku harap aku
bisa berteman baik dengan kalian. Terimakasih”, aku tersenyum sembari menutup
perkenalanku. Kulihat kak Cakka menatapku, berhasil membuat jantungku berdebar
tak karuan, dan salah tingkah tentunya.
Ku mencintainya…sungguh
mencintainya…
Aku menimang
ponselku dan berjalan mondar mandir di kamarku. Menunggu kabar dari seseorang.
‘Apa dia sibuk?
Si Alvin aja juga belom nongol batang idungnya’, batinku.
Tepat
setelah aku memikirkannya, ponselku bergetar. Aku segera membaca pesan singkat
itu dan langsung tersenyum. Aku berlari menuruni tangga dan langsung menyambar
sepatu kets putihku dan mengayuh sepeda ku menuju lapangan kompleks.
Ku lihat
sosok laki-laki disana. Memainkan bola dengan lincahnya dan dengan antusias
memasukkannya ke ring. Aku tersenyum. Entah kenapa aku merasa selalu bahagia
saat melihatnya seperti ini.
“Hei, kak
Cakka udah lama?”, sapaku yang seketika menghentikan permainannya dan menoleh
kearahku dengan senyuman khasnya yang sangat manis.
“Belom kok.
Ini aja gue masih pake seragam. Cuma ganti kaos aja”
“Oh yaudah.
Langsung mainnya?”
“Taun depan
shil”, jawabnya sambil mengacak rambutku. Aku hanya tersenyum, lagi. Aku merasa
seperti melayang sekarang. Aku tau, aku seharusnya menganggap dia sebagai
kakak, tapi perasaanku terlalu besar untuknya.
Kuambil dua
botol minuman dari tas ku. Yang satu kuberikan untuknya. Dengan senyumannnya,
dia menerima botol itu dan merangkulku.
“Umm..
shil..boleh gak gue Tanya sesuatu?”
Aku seketika
menghentikan minumku dan menatapnya heran, Tak biasanya dia ijin dulu sebelum
bertanya sesuatu.
“Apa kak?”,
jawabku berusaha sesantai mungkin
“Sekarang lo
lagi suka sama seseorang ya? Kata kakak lo, lo sering ketawa sendiri di kamar.
Terus muter lagu kasmaran terus. Bener ya?”
‘Gue emang
lagi kasmaran sama lo kali kak! Lo ga peka banget sih’, batinku. Tapi aku tau
aku tak mungkin mengatakan itu didepannya sekarang.
“Iyasih.
Tapi emang kenapa? Kakak cemburu ya gue mulai kasmaran gini? Apa lo takut
kehilangan kasih sayang adek kecil manis kesayangan lo ini?”, aku berusaha
membuatnya tertawa.
“Emang gue
cemburu Ashilla. Mangkanya gue Tanya. Dan gue takut banget kasih sayang lo itu
nanti buat orang lain dan bukan buat gue.”,katanya lirih tak berani menatapku.
Aku kaget. Aku merasa jantungku yang tadi tak karuan, kini semakin menjadi. Aku
mencoba mendekatkan diriku dengannya. Balas memeluknya.
“Emang lo
tau gue kasmaran sama siapa? Kok kesannya lo kayak gitu. Dasar sok tau! Mungkin
setelah lo tau lo akan loncat setinggi tingginya sekarang”
Dia langsung
melepas pelukanku dan menatapku tajam. Bertanya Tanya siapakah sosok yang aku
cintai sekarang.
“Emang
siapa?”
“Elo. Mungkin lo gak bakalan percaya tapi inilah
fakta sebenernya. Gue cinta lo, kak Cakka. Daridulu saat lo menemani gue tiap
saat. Disitulah gue merasa lo itu berharga buat gue, dan gue mulai merasakan
perasaan ini hingga sekarang pun gue tetep cinta sama lo kak!”
Kak Cakka
menatapku seolah tak percaya. Namun sejurus kemudian dia langsung memelukku.
“Gue juga
cinta lo shil, Lo mau kan jadi bagian dari hidup gue mulai sekarang?”
“You’ve been
kak”, jawabku membalas pelukannya.
Matahari
terbenam menjadi saksi bisuku dengan kak Cakka. Karena hari mulai gelap, aku
pun memutuskan untuk pulang. Aku tau nanti sampai rumah pasti Alvin langsung
menanyaiku macam macam karena kak Cakka cerita bahwa dia membolos rapat dengan
Alvin agar bisa berdua denganku. Dan sesuai dugaan, Alvin langsung melotot dan
kesal melihat anak buahnya itu langsung berlari keluar ruangan.
Sesampainya
dirumah, seperti yang kukira, Alvin langsung menodongku dengan berbagai
pertanyaan dari kenapa Cakka buru-buru hingga apa yang aku lakukan dengannya. Aku
hanya menjawabnya enteng.
“Gue
jadian.”
Yang
berhasil membuat adegan minumnya terganggu dan melotot saking kagetnya.
Kemudian berlari mengejarku hingga ke kamar. Tapi terlambat. Aku sudah mengunci
kamarku sehingga dia hanya bisa berteriak dari luar kamarku dan menggedor pintu
kamarku. Tapi kuabaikan saja hingga dia berhenti melakukan itu dan kembali ke
habitat asalnya yang membuatku tertawa keras saking puasnya.
Rasa ini sungguh tak
wajar namun kuingin tetap bersama dia, untuk selamanya…
Setahun
berlalu sejak aku menjalani hari hariku dengan kak Cakka, kekasih ku yang amat
aku cintai. Aku merasakan ponsel ku bergetar di saku rok ku. Aku segera
mengeceknya, dan setelah aku menerima pesannya. Aku kaget. Tak biasanya kak
Cakka memintaku bertemu dengannya saat aku dalam keadaan ujian, dia sudah tahu
itu. Tapi kenapa dia memintaku untuk bertemu dengannya sekarang juga? Aku masih
bertanya Tanya.. Dengan secepat mungkin, kukerjakan soal Matematika yang
membuatku pusing tujuh keliling. Setelah mengumpulkan pekerjaan ku, aku segera
pamit keluar untuk menemui kak Cakka di taman belakang sekolah. Disana, kulihat
kak Cakka sedang kebingungan, wajahnya pucat, dan terus menarik rambutnya
frustasi. Aku heran melihatnya. Aku segera mendekatinya, mencoba
menenangkannya.
“Kak Cakka
kenapa? Cerita sama aku..”
“Gue.. gue
gabisa shil.. gue takut kehilangan lo.. gue gamau shil..gue gamau…”
“Kakak
ngomong apa sih? Ngaco banget. Shilla disini, sama kakak. Dan selamanya akan
begitu…”
“Gak shil..
sebelum lo tau semuanya..”
Aku terdiam.
Apa maksudnya?? Apa maksud dari perkataannya??
“Maksud
kakak apa sih? Shilla ga ngerti kak.. Kak Cakka mau kan jelasin semuanya ke
Shilla??”
“Gue…gue..gue
kakak lo Shilla…kita sedarah..kita ga mungkin jadi satu shil..”, ucapnya lirih
menahan tangis. Aku pun merasa hatiku tertusuk teramat dalam.
“Ga mungkin
kak…kakak tau darimana??”
“Ini lo liat
sendiri”, dia menyerahkan handicamnya. Terekam dua orang wanita dan laki-laki
paruh baya yang sedang adu argumen.
“Pokoknya aku gamau tau pa, dia anak
kandung papa atau bukan. Aku cuma ingin perhatian papa buat Cakka! Anak kita
pa…”
“Tapi Shilla juga anak papa ma..
tolong ngertiin walaupun dia memang bukan darah dagingmu.. tapi dia tetap darah
dagingku..”
“Papa belain Ashilla dan mamanya
terus..”
“Pah..mah.. apa maksud semuanya..
Ashilla siapa???”, Tanya Cakka yang juga terekam disitu
“Ashilla Zahrantiara, pacar kamu
nak.. Mangkanya papa melarang kamu pacaran sama dia.. Maafin papa baru bisa
cerita sama kamu sekarang…Papa tau kamu marah sama papa..”
“Papa jahat!!!!”
Dan setelah
itu wanita dan laki-laki itu pergi bersama dengan matinya rekaman tersebut,
Tapi seperti ada yang mengganjal. Lantas, siapa yang merekam semua itu jika
Cakka adan dalam rekamannya juga?? Aku masih bertanya Tanya.
“Handycam
nya ga sengaja masih belom gue matiin waktu gue bikin video buat ulang tahun
sepupu gue Ray di Bandung, dan gue gabisa dating ke ultahnya, jadi gue mau
kirim video itu buat kadonya. Tapi lupa belom gue matiin. Akhirnya itu merekam
semuanya…”
“It’s okay
kak.. Gue ikhlas kalaupun gue digariskan sedarah sama lo.. Meski hati gue ga
rela tapi gue akan menerimanya kak.. Lo juga harus gitu ya…”
“Gue..gue ga
bisa shil..gue gabisa…”
“Kak, Shilla
ngerti kakak sayang banget sama Shilla. Shilla juga sayang banget sama kakak.
Tapi kalo gini, gimanapun juga kita harus terima takdir kak.. Kita ga mungkin
bersatu.. Shilla ngerasa kita sampai disini aja kalo gitu kak.. Shilla akan
ngebiarin kakak sendirian dulu..Nenangin diri dan nerima semuanya.. Kalo kakak
butuh Shilla, Shilla selalu ada buat kakak kapanpun kakak mau hubungin Shilla…”
“Gue sayang
banget sama lo Shilla..Gue cinta sama lo…”, bisiknya di telingaku
“Gue juga
kak Cakka….”
Tak terasa
air mata mulai turun dengan derasnya seiring dengan hujan yang membasahi
atmosfer bumi saat ini..
Mengapa cinta ini
terlarang??
Saat kuyakini kau lah
milikku..
Aku
terbangun dari tidurku saat Alvin lagi-lagi membangunkanku, tapi kali ini lebih
pelan dan lembut, tak seperti biasanya yang tega mengguyurku dengan air es.
“Shil, lo
bangun gih, kan bentar lagi papa kandung kita mau kesini..”
Masih berat
membuka mataku, sejak itu, sejak hubunganku dengan kak Cakka kandas, aku
menjadi pendiam. Aku lebih suka diam didalam kamar, dan makanpun sehari sekali.
Alvin yang biasanya selalu mengejekku, juga lebih peduli dan perhatian lebih
terhadapku. Dia sungguh tak ingin adiknya ini terpuruk dalam kesedihan yang
dalam.
“Vin..gue ga
sanggup… Gue..gue masih cinta banget sama dia…”
“Gue tau
berat buat lo.. Tapi ini harus Shil, kali ini lo harus temui mereka.. Lo gamau
kan ngecewain Cakka gitu aja? Setelah Cakka berhasil move on dan tersenyum lagi
demi lo, kenapa jadi lo yang terpuruk gini??? Please shil, lo juga harus ngerti
keadaan.. semua pasti ada hikmahnya shilla…”
“Lo ga
ngerasain apa yang gue rasain Vin! Jadi lo gausah nasehatin gue macem macem
deh! Gue udah bukan anak kecil! Gue udah bisa nentuin mana yang pantes buat
gue! Gue gam au diatur! Gue ga butuh nasehat lo Alvin!!!”
Aku memang
masih belum bisa menerima semuanya, kenyataan pahit ini membuatku sangat sakit
dan terpuruk. Kulihat Alvin menarikku kedalam pelukannya, aku hanya bisa
menangis deras di pelukannya, aku ingin menumpahkan semuanya. Setelah aku
berhenti menangis, kulihat Alvin tersenyum kearahku. Aku pun membalasnya. Aku
tau saat ini akan tiba, aku tak mau Mama kecewa lagi melihatku seperti ini. Dan
terlebih lagi, aku akan buat kak Cakka bangga dengan diriku sekarang, yang
tegar dan kuat seperti apa yang diinginkannya.
Tak kusangka
kak Cakka dan papa-kandung ku telah menunggu ku di ruang tamu. Aku hanya tersenyum
pahit dan melirik Alvin disampingku yang tersenyum manis sekaran berkata
lo-harus-temui-dia-sekarang.
“Hai kak
Cakka.. hai..umm.. Papa..”
“Hai
Shilla.. gimana sekolah kamu di Paris?”, Tanya Papa Cakka, maksudku Papa ku
juga..
“Umm udah
selesai kok. Ini lagi liburan aja abis wisuda..”
“Umm Shilla,
boleh bicara berdua sama kamu?”, kali ini Cakka yang angkat bicara
“Boleh kok
kak, yuk ke belakang aja..”, ajakku.
Di taman
belakang aku dan kak Cakka hanya terdiam. Seperti ada penghalang es yang begitu
tinggi menjulang diantara kami yang tak akan leleh terkena matahari sekalipun.
Aku pun memandangnya. Terlihat dia cukup bingung dan gelisah.
“Shill..”
“Kak”
Tak terasa
kami mengucapkan itu bersamaan.
“Kakak dulu
aja”, kataku. Kulihat dia hanya tersenyum pahit, dan
matanya menyorotkan sinar kesedihan, sama sekali tak ada kebahagiaan dan
semangat yang terpancar seperti dulu, saat masih bersamaku…
“Shilla…gue
mau…gue mau tunangan..maaf gue baru bisa ngasih tau ini sekarang..Gue bener
bener minta maaf…gue udah berusaha nolak, tapi papa mama gue maksa gue..gue ga
bisa apa apa selain Cuma nerima..gue…juju raja..gue masih cinta banget sama
lo..gue tau lo bakalan marah..tapi…”
“Kak..dengerin
Shilla ya..Shilla Cuma mau kakak bahagia, walaupun ada atau ga ada Shilla kakak
harus tetep semangat, harus tetep seneng, Shilla ga pengen liat kakak
sedih..Shilla bahagia kalo kakak juga bahagia… Shilla janji Shilla bakal nerima
apapun keputusan kakak dan Papa… Shilla tau itu semua yang terbaik buat kita
kak…”
“Shilla…maafin
gue..gue…”
“Kak..Kakak
ga salah apa apa…kakak ga perlu minta maaf sama Shilla.. Kalaupun kakak salah,
Shilla udah maafin kok kak…”, aku berusaha tersenyum walaupun dalam hatiku
teriris,amat dalam. Aku mencoba menahan tangis. Tapi setelah dia menarikku
kedalam peluknya, aku tak dapat menahan air mataku yang turun begitu saja.
Biarlah, biarlah ini menjadi terakhir kalinya aku memeluknya, biarkan aku
hanyut kedalamnya..Biarkan aku merasakan kehangatan ini sebelum semua lenyap
tak tersisa…
Mengapa cinta kita tak
bisa bersatu?
Aku
merasakan kepalaku hampir pecah, terasa berat. Aku mencoba bangun dari tidurku,
tapi yang ada, aku terpeleset dan jatuh. Untungnya, tak ada yang menyadari
adegan jatuhku. Kalau tidak, Alvin dan Mama bisa langsung khawatir akan
keadaanku sekarang. Aku bangkit kembali dan duduk di tepi ranjangku. Kupeluk
kedua lututku dan menghadap keluar jendela. Hari sudah mulai terik, aku melihat
dua orang anak perempuan dan laki laki berjalan bersama mengenakan seragam
putih abu abu, entah mengapa aku jadi teringat Cakka..Dulu aku juga sering
melakukan hal yang sama. Tapi itu dulu…
“Shilla…”
Tiba-tiba
Alvin masuk ke kamarku tanpa mengetuk pintu dahulu sehingga membuat lamunanku
buyar dan aku kembali tersadar.
“Gabisa ya
sopan dikit kalo masuk ruang privasi orang?”
“Maaf..gue
Cuma disuruh mama nyerahin ini sama lo..gue harap lo bisa kuat Shil..gue yakin
banget lo bisa kuat dan tegar..Shilla yang gue kenal ga pernah nangis, apalagi
karena cowok..Shilla yang gue kenal ga rapuh seperti ini..Shilla yang gue kenal
selalu semangat dan ceria menghadapi semua masalah..Gue harap lo akan terus
seperti itu…”
Bersamaan
dengan berakhirnya ucapan itu, Alvin melangkah keluar dan membiarkan aku
sendiri di kamarku seperti semula. Aku menatap undangan di tanganku. Seperti
tersambar badai, aku membaca ukiran nama disitu, tertera Cakka
Nuraga&Alyssa Saufika. Aku hanya tersenyum pahit. Aku menelusuri mataku
seperti mencari sesuatu di kamarku, setelah kutemukan benda itu. Aku pun
bertekad untuk kembali lagi..Niatku telah musnah, niatku kembali ke Indonesia
sudah berubah, aku akan memenuhi kontrakku disana..Di Paris. Aku akan melupakan
segalanya disini. Aku akan menyimpan semua kenangan pahit, yang dulu mungkin
terlalu manis ini dalam hatiku yang paling dalam.
Saat kuyakin tak ada
cinta selain dirimu…
Kuhisap
sedikit demi sedikit coklat panas itu sampai tak tersisa. Pahit, tapi terdapat
manis juga disitu. Tak terasa aku sudah memakan waktu 3 jam disini, mengingat
semua memori bak puzzle yang mulai tersusun rapi lagi dalam benakku. Aku
sungguh tak ingin kenangan itu hilang. Di hatiku yang paling dalam, aku
merindukan sosok itu. Sosok yang amat sangat kucintai. Tapi..apalah dayaku jika
itu semua harus berakhir. Aku yakin, aku bisa bahagia walaupun tanpanya. Aku
yakin ada orang yang bisa membuatku tersenyum bahagia, selamanya..
“Shilla..
I’m sorry. I make you waiting for me for a long time..”
Aku tak
merasa menunggu, sungguh. Jika mengingat kenanganku dengan Cakka. Aku tak
seperti menunggu, aku selalu menikmati detik demi detik waktu yang kulalui
bersamanya, dulu.
“Eh gapapa
kok…”, aku hanya tersenyum padanya. Kulihat dia membalas tersenyum hangat. Dia
sangat mencintaiku, menyayangiku, tapi aku belum bisa membalas semua itu, aku
masih dihalangi bayang-bayang Cakka…
“Shilla…aku tau
kamu masih terbayang-bayangi Cakka..masa lalumu. Tapi aku bisa menunggu kalau
itu memang yang terbaik..”, ucapnya seolah mengerti apa yang ada di benakku.
“Thanks so
much. I’ll learn to love you..I promise to you and myself..”
“Makasih
Shilla.. aku juga janji aku bakal bikin kamu senyum lagi, dan aku ga akan bikin
kamu menangis lagi…Aku akan menjagamu sebisaku..sekuat ragaku..”
“Kamu ga
perlu jagain aku..aku…”
“Shilla..udah
jadi kewajiban aku buat jagain kamu…”
Dia sungguh
mirip Cakka. Kenapa bayang-bayangnya tak juga hilang dalam jangka waktu yang
lama? Apakah cintaku terlalu dalam untuknya?
Kurasakan
jemari hangat menggenggam tanganku erat. Seakan tak akan melepasnya sedetikpun.
Aku menunduk, aku merasa sangat bersalah. Tapi apapun yang aku hadapi saat ini,
aku harus bisa menjalani dan menghadapinya. Aku harus kuat. Aku tak akan
terpuruk lagi. Kubalas genggamannya dan kuajak dia menghirup udara luar, yang
sangat sangat dingin. Badai sudah berhenti sejam yang lalu, mungkin itu yang
membuatnya, maksudku Rio, orang yang menyayangiku sekarang, terlambat menemuiku
disini.
Di bawah
menara berkilauan yang menjadi mahkota kota Paris ini, aku berjanji pada diriku
dan pada Rio. Aku akan belajar menyayanginya dan mencintainya, seperti apa yang
dulu aku lakukan pada Cakka. Tapi aku sudah menyadari sesuatu. Rio bukanlah
Cakka. Mereka sosok yang berbeda. Tapi semua itu membuatku belajar lebih mudah,
dan menghilangkan bayang-bayang Cakka di benakku serta menggantikannya dengan
Rio, untuk selamanya..
0 comment(s):
Posting Komentar